Kamis, 09 Juni 2011

Sebuah Novel

SURAT UNTUK SURGA

Ini kisah seorang anak yang menjalani hari-hari tidak seperti anak-anak kebanyakan. Walaupun demikian dia tetap bermain dan bercanda bersama anak-anak yang lain. Kisah ini bermula dari kehidupan rumah tangga yang tidak kondusif. Dia juga bergaul dengan orang-orang dewasa di sekitar tempat tinggalnya. Merokok adalah salah satu aktivitas yang tidak pernah dilewatkan oleh si anak.
Kehidupan dalam rumah tangga selalu diwarnai oleh percekcokan karena masalah ekonomi. Hampir setiap hari dia mendengar suara yang lantang dan keras keluar dari kedua orang tuanya. Dia kadang heran dan bingung mendengar kata-kata yang tidak seharusnya dia dengar. Umpatan, makian, dan hinaan menjadi kata-kata yang sering dia dengar sehingga tanpa sadar dia membawanya dalam pergaulan dengan teman-temannya.
Pergaulan dengan orang dewasa bukan nya bergaul dengan orang-orang terdidik dan memiliki cerita hidup yang positif. Dia bergaul dengan orang-orang dewasa yang memanfaatkan anak-anak untuk mendapatkan uang misalnya menyuruh si anak bekerja sebagai anak jalanan maupun mengamen di jalanan. Ketika si anak tidak mendapatkan uang, anak akan kesulitan memperoleh makanan. Pergi ke warung makan adalah salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan makanan. Makanan sisa bagaikan makanan empuk untuk disantap malam itu juga.
Pergi ke sekolah adalah kerinduan yang mendalam dalam dirinya. Dia sering duduk terpaku melihat setiap anak-anak berlari ke sekolah dengan menggunakan pakaian seragam yang lengkap. Dia pernah menjalani hari-hari bersekolah selama 7 bulan. Setelah itu dia berhenti karena orangtuanya tidak mendukumng dia untuk pergi sekolah dan dia tidak tahan untuk tinggal di rumah karena tidak tahan dengan kondisi rumah. Walapun belajar selama tujuh bulan dia telah bisa membaca dengan baik. Tetapi untuk berhitung dia memperoleh pengetahuan yang dalam melalui bermain berhitung dengan teman-temannya.
Lampu merah adalah berkah bagi si anak untuk mendapatkan rejeki. Bernyanyi dengan suara nyaring dilengkapi dengan kayu yang ditempelkan celeng dipukul-pukul ke tangan mengiringi doia bernyanyi. Nyanyian yang dinyanyikan mungkin dia tidak mengerti untuk apa dinyanyikan, tetapi dia tetap bernyanyi. Receh adalah keuntungan baginya sementara bagi yang memberi adalah menguatkan si anak untuk tetap bertahan hidup. Setelah lampu berubah menjadi hijau dia beranjak pergi menuju persimpangan menanti lampu merah berikutnya.
Lampu merah berikutnya muncul. Dia terhenti sejenak meliaht seorang anak muda membawa koran dan majalah menawarkan kepada para penggunak jalan untuk di jual. Dia berpikir sejenak dan mendatangi si pemuda untuk bertanya ”Apa yang kamu lakukan?”. Si pemuda berhenti sejenak dan mengajak si anak ke pinggir jalan untuk menjawab pertanyaan si anak. Pemuda tersebut melakukan kegiatan tersebut untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri karena dia telah ditinggal oleh kedua orang tuanya sehingga dia dengan terpaksa melakukan kegiatan tersebut. Si anak melanjutkan pertanyaannya,” kamu tidur dimana?”. Pemuda menjawab dengan ringan pertanyaan anak tersebut. Aku tidak memiliki tempat tinggal, biasanya aku tidur di emperan toko dan bajuku aku tinggalkan di sebuah tempat yang hanya aku sendiri yang tahu.
Si anak penasaran denga pemuda tersebut. Dia bertanya untuk ketiga kalinya ” Apakah aku boleh menjadi temanmu?”. Si pemuda memandang si anak sejenak dan tanpa sadar matanya berkaca-kaca, dengan bahagia dia menjawab pasti aku mau menjadi temanmu.
Setelah kejadia tersebut mereka pergi ke pinggir jalan. Si pemuda membawa si anak ke tempat yang diceritakannya. Si anak telah mengambil keputusan yang benar karena dia menemukan pemuda yang memiliki semangat juang untuk hidup yang benar. Sesampainya di tempat pemuda si anak keheranan melihat banyak koran bekas di tempat tinggal si pemuda. Mereka bercerita lama walaupun mereka berdua tidak memiliki asam garam kehidupan yang banyak tetapi mereka berbagi banyak pengalaman hidup.
Selang beberapa lama si anak bertanya “apakah aku boleh membaca koran-koran ini, satu aja?” dengan ringan pemuda menjawab, “tidak satu yang akan keberikan kepadamu, tetapi semua koran apabila kamu sanggup membacanya bacalah dengan senang hati. Si anak dengan bangga menerima jawaban si pemuda. Awalnya sangat sulit si anak untuk membaca tulisan yang kecil-kecil di koran, dia hanya sanggup membaca tulisan yang besar-besar di koran yang merupakan judul sebuah wacana. Lambat laun dia mencoba untuk membaca tulisan yang kecil. Suatu ketika dia menemukan sebuah judul yang menarik baginya dan dia membaca setiap kata yang dituliskan di dalam koran tersebut.
Ternyata dia tertegun dengan apa yang dia baca walaupun dia tidak mengerti sepenuhnya apa yang dia baca. Tetapi dia tertarik akan saran yang ditujukan oleh tulisan dari koran tersebut. Dia meminta pensil kepada pemuda dan si pemuda tidak memiliki pensil dia menawarkan pulpen. Si anak bingung dengan pulpen yang ada padanya. Si anak menerima pulpen tersebut dan segera memakainya. Dia kemudian menulis.
Kata-kata yang dituliskan hanya terdiri dari 3 kata yaitu ”TUHAN INILAH HIDUPKU”. Kemudian dia menyerahkan tulisan tersebut kepada pemuda tersebut. Si pemuda membaca dan menangis matanya berkaca-kaca membaca tulisan si anak. Kemudian si pemuda melanjutkan tulisan si anak juga dengan 3 kata juga ”TOLONGLAH AKU TUHAN”. Dan mereka tidak tahu menujukan kepada siapa surat tersebut.........





Sebuah awal yang berakhir

Di sebuah desa tinggallah 100 KK dengan seorang kepala desa. Jumlah penduduknya diperkirakan sebanyak 400 orang yang kebanyakan berprofesi sebagai petani dan peternak. Tanah yang luas membentang ditanami oleh padi. Lada ng yang luas juga ditanami dengan berbagai tanaman ladang semisal cabe, tomat, dan kacang panjang. Kehidupan masyarakat berjalan seperti kebanyakan desa-desa kebanyakan. Pagi hingga sore mereka menghabiskan waktu di sawah, sedangkan anak-anak pagi bersekolah, setelah sekolah mereka menyempatkan diri untuk pergi ke sawah atau ke ladang untuk membantu orang tua mereka.
Di sebuah sudut desa hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan 2 orang anak yang telah menginjak SD. Yang paling tua bernama Anto kelas 4 SD laki-laki, sedangkan yang paling muda perempuan bernama Dinda kelas 1 SD. Mereka tidak memiliki tanah untuk dikelola. Ayahnya bernama Sudi sementara ibunya bernama Sinda. Mereka hanya hidup dari pekerjaan serabutan, apabila ada warga panen atau melakukan penanaman mereka akn dipanggil sebagai buruh dan digaji harian. Walaupun demikian mereka masih tetap hidup walaupun serba kekurangan.
Pak kepala desa bernama Radi adalah seorang kepala desa yang selalu menghabiskan waktunya untuk berada di kantor. Dia terus memantau kinerja para staff nya di kantor kepala desa. Sehingga membuat dia lupa akan tugas utamanya sebagai kepala desa yang memiliki tugas mendampingi masyarakat di desa. Bisa dikatakan dia hanya bertugas mengurusi tantang administrasi yang berhubungan dengan dirinya. Sementara jika tidak ada urusan yang berhubungan dengan dirinya, dia berpikir keras bagaimana cara agar desanya mendapat bantuan untuk mengembangkan kemajuan desa. Apabila ada rapat dewan desa dia turut serta tetapi tidak maksimal hanya mendengar keluhan tanpa melihat langsung apa yang sebenarnya terjadi.
Suatu hari pak kepala desa mendapat surat dari kabupaten untuk mengusulkan bantuan apa yang dilihat baik untuk pengembangan masyarakatnya. Pak Radi mulai berpikir. Dia berpikir apa yang harsu diusulkan kepada kabupaten. Sementara pikiran berjalan dia mengingat sebuah usaha yaitu usaha peternakan sapi. Hal ini dilihat baik karena dia berpikir tanpa bekerja berat, keuntungan dari sapi bisa diperoleh. Kemudian dia mengusulkan kepada pihak kabupaten untuk mengirimkan 5 pasang kerbau yang telah dewasa.
Sembari menunggu hasil proposal dari kabupaten, dia pergi berjalan-jalan untuk melihat siapa warga yang bisa dia gunakan tenaganya untuk menjadi buruh di peternakan yang akan dia kembangkan. Dalam beberapa hari dia belum menemukan seorangpun warga yang tidak memiliki tanah sendiri. Dia hampir putus asa untuk menemukan orang yang dia harapkan. Suatu ketika tanpa sadar dia bertemu dengan 2 orang anak yang bernama Anto dan Sinta yang sedang asyik bermain. Pak Radi bertanya apakah kamu tidak membantu orang tua kamu bekerja di ladang atau di sawah, demikian pertanyaan pak Radi. Anto menjawab :” ayah kami tidak punya sawah atau ladang”. Pak Radi bingung, setahu dia setiap warga memiliki sawah atau ladang sebagai modal untuk mencukupi kebutuhan harian mereka.
Pak Radi tertarik untuk mengajak kedua anak tersebut untuk menemui orang tua mereka. Kemudian mereka berjalan menyusuri jalan setapak. Pak radi baru pertama kali melihat ada sebuah rumah yang kecil berada di pinggir desanya dan di sekitar rumah tersebut tumbuh pepohonan tinggi sehingga sulit diketahui apabila dilihat dari jauh. Tak lama kemudian Pak Radi bertemu dengan kedua orangtua anak tersebut. Pak Radi menawarkan sebuah pekerjaan kepada pak Sudi dan ibu Sinda untuk memulai pembuatan peternakan di kampung tersebut. Walaupun tidak memiliki pengalama yang matang untuk memulai peternakan. Pak Radi tetap memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan desanya. Tanpa pikir panjang kedua orang tua tersebut menerima penawaran dari pak Radi.
Esoknya pak Sudi dan dan bu Sinda pergi ke rumah pak kepala desa. Mereka berdua bingung dan bertanya kepada kepala desa perihal kandang yang belum ada dan sapi yang juga belum ada. Pak kepala desa berinisiatif untuk membangun kandang terlebih dahulu tidak jauh dari rumahnya sejauh 100 m. Mereka membangun kandang selama 1 minggu dengan ukuran kandang mencukupi untuk 10 ekor sapi. Setelah kandang selesai pak Sudi dan bu Sinda lagi apa yang harus dilakukan selanjutnya menunggu sapinya ada. Pak kepala desa menyarankan kepada mereka untuk menunggu terlebih dahulu sembari sapinya datang.
Keesokan harinya pak Radi pergi ke kantor kabupaten untuk melihat apakah proposalnya sudah ditanggapi atau belum. Proposal dari pak Radi telah selesai diproses dari bagian administrasi. Kemudian dia bertanya sekarang proposalnya berada dimana? Dia berharap cemas. Hasilnya dia memperoleh kabar bahwa psoposalnya cair dan dia bertanya sapinya sekarang ada dimana? Ternyata sapi yang diharapkan masih dalam bentuk uang di rekening kabupaten. Dengan penuh perasaan menahan amarah pak Radi bertanya kapan bisa dicairkan? Petugas menjawab dengan enteng menunggu keputusan dari atas. Sementara pak Bupati sedang melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Jadi pak Radi belum bisa bertanya lebih jauh.
Dia pulang dengan perasaan kecewa. Dia berpikir sejanak. Di dalam pikiran terlintas ”Bagaimana jika aku membeli sapi 2 pasang, agar pak Sudi dan bu Sinda memiliki pekerjaan”. Tetapi dia belum memiliki uang yang cukup untuk membeli 2 pasang sapi. Sesampai di rumah dia berpikir keras bagaimana cara yang cepat agar desanya memiliki sapi. Tetapi dia memiliki pengharapan bahwa pak bupati pulang setelah dua hari. Setelah dua hari berjalan dia pergi lagi ke kantor kabupaten untuk menemui pak bupati. Sesampai di kantor kabupaten dia bertemu dengan bupati dan dia menyampaiakan maksud dan tujuan dia menemui bupati. Ternyata dia mendapatkan jawaban yang tidak masuk akal. Dia keluar dari kantor kabupaten dengan wajah yang murung. Dia harus memutuskan bahwa desanya harus memiliki sapi.
Sesampai di rumah dia masih berpikir bagimana mungkin dana yang seharusnya diperoleh untuk membeli sapi tidak ada lagi. Tetapi dia tidak bisa berbuat banyak karena dia tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk melawan. Dia masuk kedalam kamar sembari bercerita panjang lebar kepada istrinya perihal kejadaian yang baru saja dia alami di kantor kabupaten. Mereka berdiskusi panjang lebar. Samapai pada satu kesimpulan pak Radi mengambil buku tabungannya dan melihat berapa banyak uang yang dia miliki. Ternyata uangnya hanya cukup untuk membeli satu pasang sapi.
Keesoakan harinya dia bersama dengan pak Sudi dan Bu Sinda pergi ke pasar ternak untuk membeli satu padang sapi. Mereka bahagia telah memiliki sapi untuk desa mereka. Sesampainya di desa mereka memasukkan sapi ke kandang baru mereka dengan perasaan senang. Pak Sudi menjaga dan merawat sapi dengan penuh semangat. Untuk mencukupi kebutuhan harian pak Sudi beserta keluarga, pak Radi membagi gajinya sebagai kepal desa untuk diberikan kepada pak Sudi setiap bulannya.
Setelah 1 tahun sapi melahirkan satu ekor sapi, sehingga mereka memiliki 3 ekor sapi untuk di ternakkan. Pak Radi mendapat surat lagi dari kabupaten untuk mengirimkan proposal lagi. Dan dia mengirim kembali dan hasilnya seperti kejadian yang lalu. Dia tidak mau ambil pusing. Setelah memiliki peternakan sapi, pak Radi terus memberi waktu untuk mengelilingi desanya sembari bercerita tentang peternakan sapi. Tetapi dia tidak mendapat respon yang baik dari setiap warga. ..............
Hari berganti hari, pak Radi semakin memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan desanya dari hanya bertani menjadi bertani dan beternak. Setiap saat melihat sapinya dia memiliki kerinduan bahwa setiap penduduk desany juga memiliki sapi. Dia terus mencari cara untuk mendekati masyarakat, hingga suatu ketika adaseorang warga yang tertarik untuk berbagi cerita kepada pak Radi. Pak Radi berbagi pengalaman kepada warga yang bertanya kepadanya.
Pak Radi mempertemukan warga tersebut kepada Pak Sudi dan Bu Sinta. Mereka berbagi cerita dan diskusi berlangsung denganbaik dan lancar, hingga suatu ketika warga tertarik untuk mengembangkan dirinya untuk memiliki sapi. Karena keterbatasan pengetahuan dan jarangnya pihak pemerintah melakukan penyuluhan ke desa pak Radi, maka pertumbuhan sapi dan bagaimana cara merawat sapi yang baik tidak mereka miliki. Pengembangan hanya mereka lakukan dengan cara otodidak.
Suatu ketika mereka menghadapi masalah pada salah satu ternak sapi mereka. Mereka melakukan berbagai cara untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Tetapi mereka kesulitan untuk menemukan cara yang tepat. Sehingga pak Radi mengambil inisiatif untuk pergi ke kabupaten mencari solusi dan bertanya bagaimana cara yang baik cara beternak sapi yang baik dan benar. Petugas peternakan memberi janji bahwa mereka akan mengadakan kunjungan ke dasa pak Radi dalam waktu dekat, tetapi tidak memberikan jadwal yang tepat, sehingga pak Radi meragukan pemberitahuan dari pihak peternakan. Tetapi dia tetap optimis bahwa pihak peternakan akan datang ke dasa mereka dan pak Radi memegang janji mereka. Walaupun di awal Pak Radi menjelaskan bahwa sapi yang diternakkan hanya berjumlah 3 ekor sapi.
Setelah beberapa waktu pihak peternakan kabupaten ternyata tidak datang juga. Pak Radi mulai berpikir apakah karena sapi yang berjumlah 3 ekor atau karena mereka memiliki pekerjaan yang lebih penting. Pak Radi mendatangi peternakan beberapa hari kemudian untuk meminta batuan lagi, tetapi dia mendapatkan penjelasan yang tidak menguntungkan bagi dia dan juga peternakannya. Yang didapatkannya adalah cara beternak sapi dengan cara konservatis. Tetapi dia sangat mengharapkan ada penjelasan yang lebih baik untuk pengembangan sapi. Dia tidak putus asa, Pak Radi beserta pak Sudi pergi ke daerah yang telah memiliki peternakan sapi. Mereka mendapatkan banyak informasi. Setelah beberapa hari anak sapi yang mereka peroleh mati karena penyakit yang tidak diketahui. Dengan informasi yang telah mereka peroleh pak Radi mengeluarkan uang yang banyak dari tabungannya untuk membeli 2 pasng sapi lagi,sehingga dia telah memiliki 3 pasang sapi untuk diternakkan.
Pak Sudi sangat senang walapun sapi yang dipeliharanya bukan kepemilikannya. Pak sudi dan Pak Radi dalam perjalanan menernakkan sapai telah memiliki hubungan emosional yang kuat sehingga pak Radi memutuskan untuk membangun rumah kecil di samping rumahnya untuk dijadikan tempat tinggal Pak Sudi beserta keluarga. Dengan mata berkaca-kaca pak Sudi menerima tawaran pak Radi dengan senang hati dan menceritakan apa yangmereka diskusikan kepada Bu Sinta dan kepada kedua anaknya.
Mereka mulai memesan bahan bangunan untuk memulai mabangun rumah yang sederhana. Pak Sudi dan Pak Radi bahu membahau untuk membangun rumah beserta dengan beberapa warga yang lain. Sembari membangun rumah pak Radi bercerita banyak kepada para warga yang ikut membangun tentang rencananya mengembangkan desanya melalui peternakan sapi. Para warga yang mendengar mulai antusias mendengar penjelasan dari pak Radi dan sekalian melihat peternakan yang telah mereka bangun selama lebih kurang 1,5 tahun. Selama membangun rumah kekerabatan dan kekeluargaan terjalin dengan baik diantara mereka.
Setelah satu bulan rumah telah selesai dibangun dan telah siap untuk ditempati oleh Pak Sudi dan keluarganya. Mereka mengangkut barang-barang mereka dari rumah yang lama ke rumah yang baru dengan gotong royong bersama keluarga pak Radi. Karena keterbatasan kendaraan mereka mengangkatnya dengan mensortir barang satu demi satu menggunakan sepeda motor pinjaman dari warga yang lain. Setelah seharian bekerja akhirnya perpindahan barang telah selesai dilakukan.

Suasana baru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar